Senin, 07 Juni 2010

PENILAIAN DIRI

A. Pendahuluan

Dalam puisi taufik Ismail “penalaran otak orang itu luar biasa, demikian kesimpulan ilmuwan kerbau dalam makalahnya, namun mereka itu curang dan serakah. Sedangkan sebodoh-bodoh umat kerbau, kita tidak curang dan serakah”. Pernyataan ini sesuai dengan realitas kita dalam kehidupan sehari-hari bahwa semakin kita pandai semakin pintar kita dalam menemukan kebenaran menjadikan kita semakin tidak terkontrol dalam perbuatan. Apakah manusia yang punya penalaran tinggi lalu makin berbudi, sebab moral akan dilandasi oleh sikap dasar alamiah manusia yang selalu tidak merasa puas.

Penilaian terhadap diri sendiri menjadi suatu pembelajaran bagi saya pribadi: apakah perkuliahan mata kuliah Filsafat Ilmu dapat memberikan pengaruh/perubahan pada saya secara afeksi, kognisi, dan psikomotorik?. Pertanyaan ini menjadi menarik takkala jawaban pertanyaan ini akan dijawab sendiri oleh penulisnya. Karena dia dapat saja untuk memanipulasi jawabannya menjadi baik semua dan menyatakan bahwa diri terpengaruh oleh mata kuliah tersebut. Tapi inilah seninya jadi tetap akan bergantung kepada dosen pengampu mata kuliah tersebut untuk memberikan pandangannya terhadap apa yang penulis tulis untuk menilai dirinya sendiri.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut di atas maka saya menggunakan metode Library Research dengan ditambah menurut pandangan/pemikiran saya. Selanjutnya kenyataannya/faktanya akan saya paparkan pada pembahasan pra perkuliahan mata kuliah Filsafat Ilmu, pelaksanaan perkuliahan mata kuliah dan pasca perkuliahan secara tidak menyimpang dari kebenaran yang ada.

Memang tidak semua orang menyadari bahwa setiap saat kita selalu melakukan pekerjaan evaluasi. Dalam beberapa kegiatan sehari-hari, kita jelas-jelas mengadakan pengukuran dan penilaian. Dari hal tersebut kita menemukan tiga istilah yaitu evaluasi, pengukuran, dan penilaian. Sementara orang memang lebih cenderung mengartikan ketiga kata tersebut sebagai sautu pengertian yang sama sehingga dalam memakainya hanya tergantung dari kata mana yang sedang siap untuk diucapkannya.

Untuk dapat mengadakan penilaian, kita mengadakan pengukuran terlebih dahulu. Dua langkah kegiatan yang dilalui sebelum mengambil barang untuk kita, itulah yang disebut mengadakan evaluasi, yakni mengukur dan menilai. Kita tidak dapat mengadakan penilaian sebelum kita mengadakan pengukuran.

Mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran. Pengukuran bersifat kuantitatif. Menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk. Penilaian bersifat kualitatif. Mengadakan evaluasi meliputi kedua langkah di atas, yakni mengukur dan menilai. Di dalam istilah asingnya, pengukuran adalah measurement, sedang penilaian adalah evaluation. Dari kata evaluation inilah diperoleh kata Indonesia evaluasi yang berarti menilai (tetapi dilakukan dengan mengukur terlebih dahulu) (Arikunto, Suharsimi. 2002 : 1-3). Menurut Zainul, pengukuran dapat diartikan sebagai pemberian angka kepada suatu atribut atau karakteristik tertentu yang didasarkan pada aturan atau formulasi yang jelas (Jihad, Asep dan Haris, Abdul, 2008 : 54).

Penilaian dalam pembelajaran Prof. Dr. Warsono, MS pada mata kuliah Filsafat Ilmu terjadi karena ada beberapa sebab antara lain yaitu kurang pekanya mahasiswa dalam mengenali gaya mengajar dari dosennya, mahasiswa merasa bahwa tugas adalah indikator penilaian yang wajib dilaksanakan, dan mahasiswa belum mampu beradaptasi dengan gaya pembelajaran di Pascasarjana. Padahal sebenarnya yang ideal dari pembelajaran Prof. Dr. Warsono, MS selama ini adalah tidak pernah mengukur mata kuliah dengan tugas tertentu. Disini mahasiswa seharusnya tidak bersikap meminta sesuatu yang diluar kendalinya maksudnya adalah mahasiswa tidak memaksa seorang dosen untuk merubah gayanya dalam pembelajaran.

Saya juga seorang dosen yang mempunyai pandangan yang tidak pernah memakai Ujian Tengah Semester saya lebih berfokus pada pembuatan makalah kelompok ataupun individu untuk kemudian didiskusikan dipresentasikan di depan kelas. Karena saya berpendapat bahwa dengan hal itu mereka lebih dapat mengembangkan sikap afeksi, kognisi, dan psikomotor tidak hanya mengembangkan sisi kognisi nya.

Memang suatu program pendidikan, pengajaran atau pun pelatihan pada umumnya diadakan penilaian. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah suatu program pendidikan, pengajaran ataupun pelatihan tersebut telah dikuasai oleh pesertanya atau belum. Angka atau nilai tertentu biasanya dijadikan patokan (passing grade) untuk menentukan penguasaan program tersebut. Jika dianggap telah menguasai maka ia dinyatakan lulus, sebaliknya jika dianggap belum menguasai maka ia dinyatakan tidak lulus.

B. Konsep Dasar Penilaian

Berdasarkan konsep Depdiknas, penilaian merupakan kegiatan yang dilakukan guru/dosen untuk memperoleh informasi secara objektif, berkelanjutan dan menyeluruh tentang proses dan hasil belajar yang dicapai siswa, yang hasilnya digunakan sebagai dasar untuk menentukan perlakuan selanjutnya (Jihad, Asep dan Haris, Abdul, 2008 : 54). Hal ini berarti penilaian tidak hanya untuk mencapai target sesaat atau satu aspek saja, melainkan menyeluruh dan mencakup aspek afektif, kognitif, dan psikomotor. Penilaian memang sudah seharusnya memandang kepada semua aspek karena ini juga sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.

Karena itu menurut Grondlund menyatakan penilaian sebagai proses sistematik pengumpulan, penganalisaan dan penafsiran informasi untuk menentukan sejauh mana siswa/mahasiswa mencapai tujuan (Jihad, Asep dan Haris, Abdul, 2008 : 54).

Penilaian merupakan kegiatan yang sangat penting dalam pengajaran. Kegiatan ini merupakan salah satu dari empat tugas pokok seorang guru/dosen. Keempat tugas pokok guru/dosen tersebut adalah merencanakan, melaksanakan, menilai keberhasilan pengajaran, dan memberikan bimbingan. Jadi seorang pengajar tidak hanya memberikan nilai tapi dilebih diharapkan memberikan bimbingan kepada peserta didik agar berusaha lebih untuk mendapatkan suatu pengetahuan yang akhirnya secara tidak langsung akan berdampak pada penilaian itu sendiri.

Terhadap seluruh komponen kegiatan proses belajar mengajar penilaian memberikan sumbangan yang cukup berarti. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), fungsi penilaian digunakan sebagai acuan untuk memperbaiki kegiatan-kegiatan proses pembelajaran, acuan untuk menentukan kenaikan kelas dan kelulusan, alat untuk menyeleksi, alat untuk penempatan, dan alat untuk memberikan motivasi belajar siswa. Setiap peserta didik berhak untuk mendapatkan nilai yang terbaik dengan usaha bimbingan dari seorang pengajar dan pendidik.

Menurut Goldstein, upaya pengukuran hasil belajar sepanjang perkembangannya, bila dilihat dari sudut pendidikan, dapat dipisahkan menjadi dua pendekatan, yaitu asesmen yang berhubungan dengan pembelajaran (connected assessment) dan asesmen yang terpisah dari pembelajaran (separated assessment). Connected assessment lebih jauh dibedakan menjadi asesmen yang menyatu dengan proses pembelajaran, yang acapkali dikenal sebagai asesmen formatif dan asesmen sebagai kegiatan akhir dari suatu proses pembelajaran yang dikenal dengan asesmen sumatif. Separated assessment memang secara sengaja diuapayakan untuk tidak terkait dengan suatu proses pembelajaran tertentu, tetapi bermanfaat untuk memahami dan merancang pembelajaran atau membantu para pendidik dan ahli memahami suatu proses pemahaman dalam pembelajaran. Tes IQ adalah salah satu jenis asesmen yang terpisah tersebut (Natawidjaja, Rochman., Sukmadinata, Nana Syaodih., Ibrahim, R., dan Djohar, As’ari (Eds), 2007: 195).

C. Ilmu dan Moral

Selama kurang lebih dua setengah abad mempengaruhi proses perkembangan berpikir di Eropa, yang pada dasarnya mencerminkan pertarungan antara ilmu yang ingin terbebas dari nilai-nilai di luar bidang keilmuan dan ajaran-ajaran di luar bidang keilmuan yang ingin menjadikan nilai-nilainya sebagai penafsiran metafisik keilmuan. Dalam kurun ini para ilmuwan berjuang untuk menegakkan ilmu yang berdasarkan penafsiran alam sebagaimana adanya dengan semboyan: ilmu yang Bebas Nilai! Setelah pertarungan kurang lebih dua ratus lima puluh tahun maka para ilmuwan mendapatkan kemenangan. Setelah saat itu ilmu memperoleh otonomi alam melakukan penelitiannya dalam rangka mempelajari alam sebagaimana adanya.

Ilmu yang bebas nilai adalah inti dari pandangan yang saya tangkap dari setiap pertemuan/tatap muka perkualiahan Filsafat Ilmu yang disampaikan oleh Prof. Dr. Warsono, MS. Nabi Muhammad SAW. pun menginginkan apabila ada masalah yang mudah jangan membuat pertanyaan atau mengajukan pertanyaan yang akan membuat masalah itu menjadi semakin berat. Jadi artinya suatu ilmu sebenarnya tidak perlu dinilai dengan suatu tugas atau membuat makalah tapi apakah ilmu yang telah disampaikan oleh seseorang itu dapat diterima atau ditransferkan dengan baik kepada orang lain.

Ilmu dan pengetahuan yang dikatakan berhasil bila dapat diserap dan dilaksanakan untuk bersosialisasi ke masyarakat sekitarnya karena peserta didik (siswa/mahasiswa) telah mendapatkan tambahan ilmu dan pengetahuan dari orang-orang yang dianggap telah menguasainya. Artinya pembelajaran harus bermakna seperti pandangan David Ausebel. Tidak hanya sekedar diajarkan tapi tidak dimengerti dan dipahami secara keseluruhan.

Ilmu dan moral sudah berada pada saat bumi ini belum tercipta dan hanya dipunyai oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai transdensi bahwa Dialah Maha Kuasa atas semua makhluk dan alam seisinya.

D. Penilaian Diri (Self Assessment) Kajian Afeksi, Kognisi, dan Psikomotor

Penilaian diri adalah suatu teknik penilaian di mana peserta didik (siswa/mahasiswa) diminta untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan status, proses dan tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajarinya dalam mata pelajaran atau mata kuliah tertentu. Teknik penilaian diri dapat digunakan untuk mengukur kompetensi afektif, kognitif, dan psikomotor.

1. Penilaian Kompetensi Aspek Afeksi

Membahas perubahan sikap, nilai, perasaan, dan minat. Peserta didik (siswa/mahasiswa) dapat diminta untuk membuat tulisan yang memuat curahan perasaannya terhadap suatu objek tertentu. Selanjutnya diminta untuk melakukan penilaian berdasarkan criteria atau acuan yang telah disiapkan.

2. Penilaian Kompetensi Aspek Kognisi

Membahas perubahan ingatan (recall), pengetahuan, dan kemampuan intelektual. Peserta didik (siswa/mahasiswa) diminta untuk menilai penguasaan pengetahuan dan keterampilan berpikirnya sebagai hasil belajar dari suatu mata pelajaran atau mata kuliah tertentu. Didasarkan atas criteria atau acuan yang telah disiapkan.

3. Penilaian Kompetensi Aspek Psikomotor

Membahas perubahan manipulasi dan kemampuan gerak (motor). Peserta didik (siswa/mahasiswa) diminta untuk menilai kecakapan atau keterampilan yang telah dikuasainya berdasarkan criteria atau acuan yang telah disiapkan.

Dengan menggunakan teknik penilaian ini diharapkan dapat memberi dampak positif terhadap perkembangan kepribadian seseorang. Dapat menumbuhkan rasa percaya diri, menyadari kekuatan dan kelemahan dirinya, mendorong, membiasakan, dan melatih peserta didik (siswa/mahasiswa) untuk berbuat jujur dan objektif.

a) Pra Perkuliahan Filsafat Ilmu

1. Aspek Afeksi

- Masih kurang bisa mengendalikan emosi dalam setiap kegiatan baik formal, non formal maupun informal.

- Belajar bersikap lebih baik dan sopan dalam menghadapi masalah atau kegiatan apapun.

- Belum cukup kemampuan bersosialisasi dengan sesama peserta didik dan masayrakat sekitarnya.

2. Aspek Kognisi

- Berpikir masih suka tergesa-gesa, kurang sistematis/runtut dan kurang senang terhadap mata kuliah yang menghapal.

- Dalam mengerjakan atau memecahkan suatu masalah sekarang ini lebih mendahulukan perasaan baru logika.

- Berpikir kritis tapi menyakitkan perasaan orang lain atau menyinggung perasaan orang lain.

3. Aspek Psikomotor

- Tidak disiplin dalam berlatih karena senang kebebasan bergerak hasil tidak maksimal.

- Kurang mendayagunakan kemampuan otak kiri dan otak kanan.

- Bekerja masih kurang teliti atau kurang seksama memeriksa hasil pekerjaan

b) Selama Perkuliahan Filsafat ilmu

1. Aspek Afeksi

- Saya dapat untuk memperbaiki pengendalian emosi saya lewat buku-buku filsafat baik filsafat ilmu, pendidikan, dan agama serta tentang ilmu pengetahuan itu sendiri antara lain bahwa kepribadian harus lebih menekankan pengetahuan tentang Tuhan itu sendiri, harus lebih mendalami agama yang dianut secara maksimal, dan harus bias berbaur dengan masyarakat setempat yang berdasarkan aturan norma adat istiadat.

- Belajar dalam bersikap dengan cara lebih mengedapankan kesopanan dan tata karma kehidupan masyarakat misalnya lebih sering memberikan salam terlebih dahulu kepada yang lebih tua, menciptakan kondisi yang harmonis dalam hubungan antara yang muda dan tua.

- Belajar mengetahui aturan norma adat istiadat dari lingkungan internal Universitas Negeri Surabaya dan masayrakat Surabaya sendiri.

2. Aspek Kognisi

- Banyak masukkan dari Cara Prof. Dr. Warsono, M.Sc dalam pembelajaran mata kuliah Filsafat Ilmu antara lain bagaimana pandangan beliau dalam memberi penilaian, memberikan tugas, dan memberikan tanggungjawab pribadi untuk tugas belajar mandiri.

- Ternyata masyarakat Indonesia terbiasa mendahulukan perasaan daripada logika/rasionalitas tidak seperti orang barat yang lebih mengkedepankan logika/rasionalitas dalam mengambil keputusan atau berpikir memecahkan masalah.

- Egoisme memang selalu dominan dalam kita berpikir yang pada akhirnya kita tidak berpikir tenggang rasa kepada sesama manusia, menjadikan pergaulan tidak kondusif dan harmonis, dan merusak hubungan silahturahim.

3. Aspek Psikomotor

- Kebiasaan Prof. Dr. Warsono, M.Sc dalam pembelajaran mata kuliah Filsafat Ilmu, interaksi komunikasi dengan teman-teman dan civitas akademika lainnya antara lain: memberikan penjelasan secara mendalam pada setiap pertanyaan/permasalahan yang muncul dalam setiap pertemuan/tatap muka, menjawab berdasarkan rasionalitas dan literatur, dan membaca suatu buku harus dengan mengerti apa yang menjadi inti pemikiran penulisnya atau menangkap apa pikiran yang disampaikan oleh penulis.

- Kebiasaan selalu menghapal cenderung saya kurangi untuk lebih bisa merencanakan dan menganalisis suatu pertanyaan atau permasalahan.

- Memberikan hiburan musik, membaca majalah atau Koran, dan menonton film agar pikiran lebih bisa bekerja secara maksimal.

c) Pasca Perkuliahan Filsafat Ilmu

1. Aspek Afeksi

- Mulai terbiasa mengendalikan emosi dalam setiap tindakan dan keputusan yang akan diambil baik untuk yang penting, mendesak (urgen) dan tidak mendesak.

- Terbiasa bersikap memperlakukan orang yang lebih tua untuk dihargai karena pengalaman hidupnya.

- Disiplin dalam mengikuti aturan norma adat istiadat bila berada dalam berbagai lingkungan baik di lingkungan internal Universitas Negeri Surabaya maupun masyarakat Surabaya.

2. Aspek Kognisi

- Setiap tindakan dan keputusan yang akan diambil mulai terbiasa dipikirkan terlebih dahulu untuk ditata terlebih dahulu runtutannya keteraturannya tidak meloncat-loncat sistematis sehingga menghasilkan suatu karya yang baik dan dalam menilai seseorang menjadi lebih hati-hati.

- Berusaha lebih baik dalam berpikir untuk mengedepankan logika rasionalitas daripada perasaan untuk memecahkan setiap persoalan yang muncul.

- Berusaha memahami realitas/kenyataan yang melatarbelakangi suatu permasalahan berdasarkan situasi dan kondisi yang ada di lapangan.

- Menekan egois untuk menjadi orang yang lebih bijaksana dalam setiap tindakan dan perbuatan yang akan dilakukan.

3. Aspek Psikomotor

- Berusaha untuk mencapai sesuatu kegiatan dengan semaksimal mungkin terlebih dahulu baru mengerjakan yang lain, menjadi lebih disiplin dan terfokus tanpa mengurangi kebiasaan saya dalam bekerja yaitu berusaha menyelesaikan sesuatu secepat mungkin dan baik.

- Lebih belajar untuk menganalisis suatu permasalahan terlebih dahulu secara cepat dan sistematis.

- Menciptakan keseimbangan dalam otak untuk bekerja memaksimalkan otot-otot psikomotorik untuk lebih teliti, cermat, dan rapi.

Semua aspek yang telah dikaji atau dibahas merupakan realitas atau kenyataan yang ada pada diri saya meskipun belum semuanya dapat terungkap dalam tulisan ini tai paling tidak saya telah berusaha secara maksimal untuk menampilkan diri saya seutuhnya sebagai mahasiswa yang belajar untuk menilai dirinya sendiri secara jujur. Karena inti dari penilaia diri (self assessment) adalah bagaimana meramu antara teori yang ada dengan kondisi dilapangan apakah sudah sesuai atau belum. Kalau sudah sesuai harus berusaha menjadi lebih baik lagi, kalau belum berusaha untuk memperbaikinya. Nabi SAW bersabda “belajarlah atau galilah ilmu sampai ke negeri cina” artinya bahwa belajar baik untuk menjadi lebih baik atau belajar untuk memperbaiki keadaan tidak bergantung pada waktu, umur/usia, dan tempat.

Proses pendidikan haruslah dimulai dengan membentuk hubungan antara pendidik dan peserta didik sebagai teman belajar, bukan sebagai guru/dosen dan murid/mahasiswa, dalam arti orang yang tahu dan orang yang tidak tahu. Disinilah terletak peran penting asesmen pendidikan yang berusaha melakukan umpan balik yang bermakna kepada peserta didik, ketimbang memberi keputusan sebagai hukuman atau hadiah.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2002. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara

Jihad, Asep dan Haris, Abdul. 2008. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta : Multi Pressindo

Natawidjaja, Rochman., Sukmadinata, Nana Syaodih., Ibrahim, R., dan Djohar, As’ari (Eds). 2007. Rujukan Filsafat, Teori dan Praksis Ilmu Pendidikan. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia Press

Pascasarjana Unesa. 2008. Buku Pedoman Program Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya

Pidarta, Made. 2007. Wawasan Pendidikan (Mencapai Tujuan Pendidikan Nasional Pengembangan Afeksi dan Budaya Pancasila Mengurangi Lulusan Menganggur). Surabaya : Unesa University Press

Suriasumantri, Jujun. S. 2003. Filasafat Ilmu (Sebuah Pengantar Populer). Jakarta : Sinar Harapan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar